Artikel Motivasi Terbaik : Berpikir Panjang

Pikir panjang dulu, deh. Sering denger ungkapan ini kan?. Biasanya nasihat ini disampaikan pada seseorang yang tengah emosi. Kebayang kan kalo orang lagi emosi?. Reaksi fisiologisnya sangat kuat. Ga bisa diajak bicara, tidak bisa berpikir jernih, dan terfokus pada one-sided perspective. Maka, memang sebaiknya tidak mengambil keputusan saat emosi. Alih-alih penyesalan kemudian yang didapat.

Artikel Motivasi

"Pikir panjang" sebenarnya bukan cuma sekedar kiasan. Literally, pikir panjang menggambarkan proses penerimaan informasi. Ketika individu menerima informasi / stimuli kemudian direspon oleh sensory thalamus, disanalah terjadi penentuan takdir: mau di bawa kemana nih? Mau pikir pendek atau panjang? Mau instan atau proses? Low-road atau high-road?. Keputusan ini akan sangat ditentukan oleh karakter individu. Orang yang rasional akan cenderung menganalisis data / informasi terlebih dahulu. Walaupun reaksinya jadi terlihat lebih lambat, cara bicaranyapun juga mungkin lambat. Tidak se-trengginas orang yang punya kecenderungan emosional (cepat bereaksi / reaktif). Lihat pola di bawah ini. Orang yang rasional akan mengolah informasi di prefrontal-cortex (merupakan pusat berpikir / kognitif / rasio) baru kemudian merespon. Kalopun ada reaksi emosi (di amygdala), maka emosinya tetap terkontrol.

Bandingkan dengan cara orang emosional saat mengolah info; mereka cenderung mengambil jalan pintas. Begitu menerima informasi, langsung ke amygdala (pusat emosi), kemudian bereaksi emosional terhadap stimulus. Tanpa berdasar pertimbangan rasio. Tanpa pemprosesan di prefrontal-cortex. Insting didahulukan, logika menyusul kemudian. Mirip cara kerja hewan. Tak heran bila amygdala ini dianalog-kan dengan ‘otak-hewan’ atau ‘otak-primitif’. Cara kerja otak hewan itu mekanistis. Based on stimulus-respons. Deterministic. Tanpa proses berpikir kompleks, seperti: analitis, sintetis, abstraksi, judgement, inisiatif, kreatif, common-sense, menarik hipotesa, dan sebagainya.

Bila demikian, apakah bisa menjadi pembenaran ketika orang yang dasarnya emosional (alias brangasan) jadi cenderung reaktif?. Tau kan orang yang emosional? Ciri-cirinya: rekatif, impulsif, ekspresif, suka motong pembicaraan orang, mendominasi, banyak bicara. Banyak bicara? Jelas saja karena mereka sulit menahan diri. Apa yang melintas dalam pikiran mereka langsung diomongin. Tanpa perenungan (proses konsolidasi). Bila anda merasa dekat dengan ciri-ciri yang saya sebutkan, maka mulai saat ini kita musti berlatih mengendalikan diri. Mencoba mengoptimalisasi kerja prefrontal cortex. Caranya?

Pertama, berlatih mengolah napas. Sering-sering menarik napas panjang, menahan sesaat dan menghembuskannya. Lembut dan perlahan. Jangan dihembus keras. Kemudian pilih aktivitas kompensatif, misal: menulis, berenang. Bagi umat muslim, lebih mudah mengkondisikan. Yaitu, melalui gerakan sholat. Perbaiki gerakan sholat, bagaimana cara sujud yang benar, mengangkat tangan, ruku’, duduk 2 sujud dan seterusnya. Kemudian coba untuk selalu thumaninah. Maksudnya, setiap gerakan coba diresapi, dihayati. Tenang. Kemudian bacaan sholat dibaca tartil, dengan pengaturan napas yang baik, hingga terasa nyaman bagi telinga kita untuk mendengar suara sendiri. Tanda pengaturan napas sudah baik, adalah bila kita bisa membaca ayat sesuai dengan tanda bacanya dan berhenti sesuai tanda. Tidak kehabisan napas di tengah-tengah bacaan, dan mampu membaca 1 juz tanpa ngos-ngos-an.

Kemudian, bila kita membaca buku (atau sekedar artikel di koran), coba buat mapping-nya. Dipetakan, jalan logikanya seperti apa. Sehingga kelak bila ada info yang menggugah emosi, kita terbiasa menganalisa lebih dahulu. Kita melatih cara berpikir ala investigator di CSI.;) Lagi-lagi umat muslim dimudahkan dengan adanya Al-quran. Coba deh bikin pemetaan ala ayat Al-quran. Misal, anda ingin tahu apa definisi takwa, karakteristiknya, fungsinya dan kaitannya dengan ad-diin (iman, islam, ihsan). Cari ayat-ayat yang saling menjelaskan kemudian bikin mapping. Butuh ketajaman, ketelitian dan ketelatenan untuk menemukan benang merah / kaitan ayat satu sama lain. Pasti sabar anda akan bertambah tanpa anda sadari. And you’ll be more logic.

Lalu bila kita bicara dengan teman, cobalah berlatih melihat berdasarkan bukti, bukan berdasar perasaan semata atau dugaan-dugaan tak mendasar. Berusaha obyektif. Mencoba mendudukkan persoalan sesuai porsinya. Mesti jelas temanya. Apa yang mau dibahas nih. Jangan terbawa ngalor-ngidul atau sekedar jadi keranjang sampah. Kalo ingin katarsis, suruh tulis dulu, baru anda baca. Andapun harus bisa membaca diri. Kapasitas anda dalam urusan ini sejauh mana nih. Mana urusan yang masih bisa anda sikapi secara obyektif dan mana yang tidak. Jadi anda tidak sekedar memberi ‘pandangan’ yang malah meruncingkan rasa permusuhan.

Kemudian berikan pendapat dari perspektif yang beda. Bukan bermaksud mengcounter atau meng-confront pemikirannya. Melainkan sekedar meluaskan sisi pandang. Agar kita terbiasa berpikir lateral. Not only from one-sided perspective.

Segitu pentingnyakah kendali diri sehingga perlu dilakukan intervensi?. Ya. Bahkan saya tak ragu mengkaitkannya dengan takdir. Kenapa? karena respon kita akan sangat menentukan kejadian berikutnya. Bila kita merespon dengan benar, tepat, maka akan baik akhirnya. Tapi bila tidak melalui proses berpikir yang matang dan mendalam, besar kemungkinan akan menuai rentetan hal-hal negatif yang makin memperburuk keadaan. Contohnya, bila pagi hari anda sudah uring-uringan, dijamin seharian itu anda juga akan ditimpa kesialan terus-menerus. Bisa dibilang, kita sendirilah yang sesungguhnya memancing kesialan itu. Maka, kita perlu bersegera mengubah mind-set, dengan cara mengenyahkan pikiran-pikiran irasional, agar tidak termanifestasi dalam tindak emosional. Berpikir panjang dulu sebelum bertindak.
...
dan sungguh manusia bersifat tergesa-gesa . Qs. Al-isra [17]:11

Demikian Artikel Motivasi Terbaik : Berpikir Panjang semoga dapat menjadi bahan renungan, dan bermanfaat. Terima kasih